PURWAKARTA | KJBNUSANTARA - Program bansos berupa bantuan sosial rumah tidak layak huni (Rutilahu) diduga menjadi bancakan oknum. Bansos rutilahu yang digelontorkan sebanyak 340 unit berasal dari APBD provinsi, sebanyak 74 unit bantuan perbaikan rumah yang berasal dari APBD Kabupaten Purwakarta.
Jika satu unit rutilahu mendapatkan bantuan sebesar Rp 20 juta, maka Pemerintah Provinsi Jabar menggelontorkan sekitar Rp 6,8 miliar untuk bantuan tersebut. Lalu, dengan jumlah bantuan sebanyak 74 unit rutilahu, Pemkab Purwakarta juga menggelontorkan anggaran sekitar Rp 1,4 miliar lebih.
Program tersebut merupakan komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun, apa jadinya jika bansos tersebut malah jadi bancakan para oknum penyelenggara yang terlibat didalamnya?
Dari penelusuran awak media, diperoleh informasi dan pengakuan dari beberapa lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) penerima bantuan bahwa mereka tidak mengambil secara langsung bantuan tersebut, melainkan menerima matrial (bahan bangunan) yang tidak sesuai dengan pagu anggaran bantuan tersebut yang mencapai Rp 20 juta. Bahkan, diperoleh informasi juga bahwa pada prakteknya, bantuan tersebut diduga disunat oleh oknum tertentu. Potongannya bisa mencapai 20 persen?
Selain itu, ada juga dugaan penerima bantuan fiktif atau bantuan tidak terealisasi kepada penerima bantuan, sementara didalam data penerima bantuan jelas namanya ada. Kondisi tersebut diperparah dengan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum fasilitator dan oknum dinas lainnya yang bermain curang didalam pengelolaan anggaran bantuan tersebut.
Seperti yang terjadi di Desa Cipancur, Kecamatan Cibatu. Koman, salah satu penerima manfaat program rutilahu mengungkapkan, bahwa ia hanya menerima fotokopi kuitansi dari LPM, dan bukan berbentuk surat jalan sebagaimana semestinya. "Kuitansinya juga diberikan LPM saat pembangunan sudah beres. Kalau rencana anggaran biaya dan surat jalan dari matrial saya tidak terima. Dan matrial besi peruntukan rumah yang datang sudah dalam keadaan dirangkai," kata Koman kepada awak media, belum lama ini.
Di sisi lain, salah satu pemilik toko bangunan yang ditunjuk pada program rutilahu di desa tersebut tak pernah mengeluarkan fotokopi kuitansi atas nama TB Mekar Abadi yang beralamat di Desa Cibatu. Padahal kuitansi tersebut yang diserahkan LPM ke penerima manfaat program. "Tidak ada kuitansi lain, kuitansi asli kita itu warna biru. Selain itu kita tidak pernah ada kuitansi lain," ujar pemilik toko bernama Sukur itu.
*Apa Fungsi Fasilitator Rutilahu?*
Selain rawan bancakan, pada realisasinya, program tersebut malah dianggap tidak dapat memicu pergerakan ekonomi lokal. Apa penyebabnya? Seperti, terjadinya kenakalan-kenakalan yang patut diduga dilakukan oleh oknum-oknum tenaga fasilitator lapangan atau pendamping program rutilahu, malah kerap menyebabkan warga penerima manfaat rutilahu jadi berhutang banyak pada matrial atau toko bangunan yang ditunjuk fasilitator. Hal ini dianggap malah menjadi malfungsi pendamping program tersebut.
Padahal, para fasilitator tersebut sebelumnya telah melakukan penandatanganan kontrak serta fakta integritas berupa pernyataan atau janji kepada diri sendiri tentang komitmen melaksanakan seluruh tugas, fungsi, tanggung jawab, wewenang dan peran sesuai dengan peraturan perundangan dan kesanggupan untuk tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, serta menjalankan tugas dengan istiqamah sehingga program Rutilahu bisa bermanfaat untuk masyarakat.
Di lapangan, diperoleh informasi juga terjadi dugaan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh fasilitator yang menyebabkan program ini tidak berjalan sebagai mana mestinya. Diduga ada fasilitator yang mengambil dana upah harian orang kerja dari LPM yang diterima oleh pekerja perbaikan rumah.
Lalu, fasilitator juga ditenggarai kerap merubah spek dan volume matrial atau bahan bangunan untuk rutilahu yang berujung pada perolehan fee dari penyedia matrial (toko bangunan). Dan penunjukan toko bangunan yang tidak tepat karena seharusnya toko bangunan yang ditunjuk harus berada di wilayah atau sekitar desa warga penerima manfaat.
Hingga naskah ini ditulis, belum diperoleh keterangan resmi dari pihak terkait dalam hal ini Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kabupaten Purwakarta.
(Jang Aha/Yf,)